Sunday, July 12, 2009

Urban Landscape

Ternyata hal tersulit untuk menjadi mahasiswa S2 adalah menyelesaikannya :- ).

Saat ini final thesis yang sedang aku kerjakan serasa berhenti dan membeku, walau ide-ide dan keinginan di kepala yang seakan terus membakar kepalaku (seharusnya salahkan pada ketidakmampuanku untuk berkonsentrasi J) Setelah hampir lebih dari sekian tahun menggeluti bidang arsitektur dan urban desain, aku menemukan suatu kelemahandari sudut pandang yang aku gunakan selama ini dalam menyikapi sebuah kasus perkotaan dan arsitektur. Kita terlalu berpihak kepada manusianya secara mutlak. Kepentingan-kepentingan budaya manusia mengalahkan nature sebagai konteks. Ketimpangan pemikiran itu aku puaskan dengan mengambil mata kuliah di jurusan Biologi sejak dari semester I. Konsentrasiku di bidang Ecosystem terutama elemen air. Jadilah ambisiku menjadi pecahan-pecahan informasi yang perlahan-lahan harus aku tempatkan pada pemahaman yang benar, yang hingga sampai saat ini belum juga manjadi sebuah gambar L

Aku rasa pemikiranku sebenernya cukup sederhana, bagaimana mendesain suatu kawasan yang kita pandang sebagai sebuah mahluk hidup. Setiap intervensi akan mengakibatkan sesuatu yang akan berdampak pada elemen lainnya. Empat prinsip ecosystem interaction, interconnection, networking ,symbiosis diterapkan pada kawasan perencanaan yang dilihat sebagai sebuah ekosistem (living & non-living). Prinsip-prinsip itu diterapkan pada studi kasus yaitu perumahan di sepanjang sungai Cikapundung. Output yang diharapkan adalah sebuah model perumahan yang terbentuk akibat dari manajemen airnya. Tetapi ternyata tidak sesederhana itu. Menggabungkan 2 (bahkan 3) disiplin ilmu ternyata, pastinya, tidak mudah. Informasi-informasi baru yang bertubi-tubi menghasilkan sebuah hobby baru, men download data yang semakin tidak terbatas ….. dan semakin merasa bahwa pengetahuan yang diketahui begitu sedikit.

Sunday, May 17, 2009

Can They Have A Better Environment?

Sebuah perkampungan yang berada di pinggir sungai ini menjadi sebuah tanda selamat datang akibat lokasinya yang berada tepat dibawah jembatan layang yang menjadi gerbang bagi Kota Bandung. Kepadatan tinggi dengan variasi kelas komunitas sosial menjadikan kawasan ini begitu rentan dengan jalinan permasalahan rumit yang sulit untuk diuraikan. Mungkinkah ada suatu cara untuk memberikan celah bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik? Kasus kawasan yang berada di pinggir sungai Cikapundung ini menjadi salah satu proyek yang dikerjakan oleh Pusat Studi Urban Desain (PSUD) pada tahun 2008. Untuk proyek ini dipresentasikan di International Conference Urban Biodoversity di Erfurt, Germany, Mei 2008 ( http://www.fh-erfurt.de/urbio/httpdocs/content/Thursday06.php)

Sungai ini juga yang menjadi kasus untuk thesisku, walau pada lokasi yang berbeda. Inti permasalahannya sama, bagaimana meningkatkan kualitas lingkungan pada perumahan di sepanjang sungai tersebut. Pada kasus proyek PSUD, strategi menitik beratkan pada penyelesaian elemen-elemen urban (antara lain sirkulasi, sistem utilitas dan sebagainya). Pada kasus thesisku, pendekatannya ditekankan pada fungsi sungai secara ekologis. Sungai sebagai natural element dikembalikan fungsinya kepada sumber air yang seharusnya dapat digunakan untuk masyarakat yang berada disekitarnya. Siklus hidrologi itu yang menjadi pembatas dan pembentuk tipologi serta kepadatan kawasan perumahan yang berada di sepanjang sungai. Bagaimanapun perubahan harus dilakukan, dengan menekan dampak sosial yang ditimbulkan seminim mungkin.

Plants Lover

Ketertarikanku dengan tanaman sebenernya sudah sejak lama. Tetapi sifatnya masih sangat estetika. Ketika di Erfurt, Jerman, dimana saat itu musim panas, kehidupan dengan tanaman untuk masyarakat setempat ternyata begitu menyatu. Mereka menjadikannya sebagai bagian dari aktifitas sehari-hari. Ketika mengikuti seminar internasional mengenai Urban Biodiversity, ada pertanyaan besar mengenai salah satu topic yang cukup signifikan di dalam salah satu tema materi, yaitu mengenai private garden. Pembahasan tema meluas hingga ke peran serta pemerintah dalam mendukung semua aktifitas yang berhubungan dengan private garden tersebut, antara lain dengan membuat peraturan untuk kotanya. Awalnya aku tidak mengerti, mengapa sesuatu yang bersifat privat (dan pada saat itu aku anggap sangat biasa) bisa menjadi pembahasan serius. Sebenarnya sangat logis dan sederhana, di dalam konteks urban, jika dihitung dalam prosentasi ketersediaan ruang terbuka hijau, peranan penting dalam penyediaan daerah hijau justru dari lahan privat. Ketika kebutuhan ruang terbuka hijau tidak mampu disediakan oleh kota, maka lahan privat berperan secara signifikan. Permasalahnnya adalah, sejauh mana masyarakat tahu bagaimana memiliki lahan hijau yang benar. Benar dalam arti mampu memiliki peran ekologis bagi kotanya. Outpun dari pembahasan materi itu pun sangat luas, dari jenis tanaman yang dianjurkan, pembahasan ilmiah mengenai biodiversity di dalam segmen terkecil hingga manajemen pemeliharan dan kemudahan untuk mendapatkan bibit. Jadilah ketika pulang, tanah didepan dan dibelakang rumah menjadi lahan percobaan. Idealnya, sebuah lahan dengan luas tertentu memiliki strata tanaman yang bervarisi, sehingga nilai keragaman (biodiversity) menjadi tinggi. Keragaman tinggi dibutuhkan untuk mendapatkan siklus ekosistem yang sehat, yang artinya akan memberikan kontribusi yang optimal kepada lingkungan. Ternyata sangat menyenangkan memperhatikan perkembangan setiap tanaman dan hewan-hewan kecil yang ternyata, berubah setiap saat.

Thursday, March 5, 2009

Tugas Studio ke II – Arsitektur Lansekap ITB

Wetland as a Room for Scientific, Education and Recreation Corridor

Tugas kali ini adalah merancang suatu kawasan pariwisata yang berada di kota Garut. Lokasinya yang berada di bawah kaki gunung berapi dan statusnya sebagai kawasan berbahaya sangat kontradiksi dengan potensinya sebagai kawasan pariwisata. Potensi dan kendalanya ini justru menjadi constraint yang menjadikan kawasan ini berkarakter. Batas kawasan perencanaan yang tidak ditentukan, mengakibatkan proses analis site menjadi proses yang lama dan menghabiskan hampir 2/3 waktu yang ditentukan. Hasil analis adalah suatu konsep makro kawasan dimana kawasan pariwisata ini juga berfungsi sebagai Evacuation Route bagi penduduk sekitar jika terjadi bencana.

Potensi kawasan ini salah satunya adanya adanya sumber-sumber mata air yang cukup banyak dan anak-anak sungai yang menyebar mengikuti jalur tertentu (berada di tengah kawasan) yang pada saat ini telah dimanfaatkan oleh sebagian penduduk setempat. Konsep perancangan yang ditawarkan adalah memperluas kawasan wetland yang telah ada menjadi potensi utama dari kawasan yang dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai kawasan pariwisata, tetapi juga sebagai kawasan penelitian dan pengajaran. Struktur kawasan yang terbentuk oleh jaringan jalan, untuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor, juga merupakan rute penyelamatan, dimana setiap jarak tertentu terdapat spot yang berfungsi sebagi titik berhenti sebelum mencapai jalur penyelamatan. Perumahan penduduk yang berada di sepanjang wetland dapat difungsikan sebagai guest house bagi turis yang tentunya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Jalur broadwalk merupakan sirkulasi bagi pejalan kaki yang dapat mencapai seluruh kawasan termasuk kawasan penduduk. Secara ekologis, kawasan wetland merupakan kawasan yang dihuni oleh berbagai habitat tertentu (burung, kupu-kupu, tanaman air dsb) dan merupakan metoda alami untuk penjernihan air. Sehingga prinsip-prinsip sustainability yaitu ekonomi, sosial dan ekologi dapat dipenuhi dengan perancangan ini.

Dipresentasikan di Fachhochschule Erfurt University of Applied Sience - Landschaftsachitektur



Arsitektur Lansekap _ Urban Park