Sunday, May 17, 2009

Can They Have A Better Environment?

Sebuah perkampungan yang berada di pinggir sungai ini menjadi sebuah tanda selamat datang akibat lokasinya yang berada tepat dibawah jembatan layang yang menjadi gerbang bagi Kota Bandung. Kepadatan tinggi dengan variasi kelas komunitas sosial menjadikan kawasan ini begitu rentan dengan jalinan permasalahan rumit yang sulit untuk diuraikan. Mungkinkah ada suatu cara untuk memberikan celah bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik? Kasus kawasan yang berada di pinggir sungai Cikapundung ini menjadi salah satu proyek yang dikerjakan oleh Pusat Studi Urban Desain (PSUD) pada tahun 2008. Untuk proyek ini dipresentasikan di International Conference Urban Biodoversity di Erfurt, Germany, Mei 2008 ( http://www.fh-erfurt.de/urbio/httpdocs/content/Thursday06.php)

Sungai ini juga yang menjadi kasus untuk thesisku, walau pada lokasi yang berbeda. Inti permasalahannya sama, bagaimana meningkatkan kualitas lingkungan pada perumahan di sepanjang sungai tersebut. Pada kasus proyek PSUD, strategi menitik beratkan pada penyelesaian elemen-elemen urban (antara lain sirkulasi, sistem utilitas dan sebagainya). Pada kasus thesisku, pendekatannya ditekankan pada fungsi sungai secara ekologis. Sungai sebagai natural element dikembalikan fungsinya kepada sumber air yang seharusnya dapat digunakan untuk masyarakat yang berada disekitarnya. Siklus hidrologi itu yang menjadi pembatas dan pembentuk tipologi serta kepadatan kawasan perumahan yang berada di sepanjang sungai. Bagaimanapun perubahan harus dilakukan, dengan menekan dampak sosial yang ditimbulkan seminim mungkin.

Plants Lover

Ketertarikanku dengan tanaman sebenernya sudah sejak lama. Tetapi sifatnya masih sangat estetika. Ketika di Erfurt, Jerman, dimana saat itu musim panas, kehidupan dengan tanaman untuk masyarakat setempat ternyata begitu menyatu. Mereka menjadikannya sebagai bagian dari aktifitas sehari-hari. Ketika mengikuti seminar internasional mengenai Urban Biodiversity, ada pertanyaan besar mengenai salah satu topic yang cukup signifikan di dalam salah satu tema materi, yaitu mengenai private garden. Pembahasan tema meluas hingga ke peran serta pemerintah dalam mendukung semua aktifitas yang berhubungan dengan private garden tersebut, antara lain dengan membuat peraturan untuk kotanya. Awalnya aku tidak mengerti, mengapa sesuatu yang bersifat privat (dan pada saat itu aku anggap sangat biasa) bisa menjadi pembahasan serius. Sebenarnya sangat logis dan sederhana, di dalam konteks urban, jika dihitung dalam prosentasi ketersediaan ruang terbuka hijau, peranan penting dalam penyediaan daerah hijau justru dari lahan privat. Ketika kebutuhan ruang terbuka hijau tidak mampu disediakan oleh kota, maka lahan privat berperan secara signifikan. Permasalahnnya adalah, sejauh mana masyarakat tahu bagaimana memiliki lahan hijau yang benar. Benar dalam arti mampu memiliki peran ekologis bagi kotanya. Outpun dari pembahasan materi itu pun sangat luas, dari jenis tanaman yang dianjurkan, pembahasan ilmiah mengenai biodiversity di dalam segmen terkecil hingga manajemen pemeliharan dan kemudahan untuk mendapatkan bibit. Jadilah ketika pulang, tanah didepan dan dibelakang rumah menjadi lahan percobaan. Idealnya, sebuah lahan dengan luas tertentu memiliki strata tanaman yang bervarisi, sehingga nilai keragaman (biodiversity) menjadi tinggi. Keragaman tinggi dibutuhkan untuk mendapatkan siklus ekosistem yang sehat, yang artinya akan memberikan kontribusi yang optimal kepada lingkungan. Ternyata sangat menyenangkan memperhatikan perkembangan setiap tanaman dan hewan-hewan kecil yang ternyata, berubah setiap saat.